SELEPAS Sholat Maghrib, ia memakai sedikit make-up di wajahnya,
memakai pakaian pengantin putih yang sederhana, mempersiapkan dirinya
untuk respesi pernikahannya sendiri, kemudian dia mendengar azan ‘Isya
dan menyadari bahwa wudhunya telah batal. Lalu dia berkata kepada
ibunya: “Bu, aku perlu ambil wudu dulu dan sholat ‘Isya.”
Ibunya terkejut, dan menukas, “Apa kamu gila? Para tamu sedang
menunggu untuk melihat kamu! Bagaimana dengan make-up-mu nanti jika kamu
wudhu lagi? Nanti bakal rusak oleh air!”
Tambah ibunya lagi, “Sebagai ibu, ibu tak izinkan kamu sholat
sekarang! Wallahi… jika kamu ambil wudu sekarang, ibu akan tetap
memarahi kamu.”
Anak perempuannya menjawab, “Wallahi… saya tidak akan pergi dari sini
sehingga saya melakukan sholat! Ibu sepatutnya tahu bahwa tidak pantas
taat kepada makhluk, tetapi durhaka kepada Maha Pencipta.”
Ibunya berkata, “Apa kata tamu nanti jika kamu muncul dalam resepsi
pernikahan sendiri tanpa make-up? Tentu nampak jelek atau tidak cantik
di mata mereka! Mereka pasti akan menertawakan kamu!”
Sambil tersenyum, anak perempuan itu malah balik bertanya, “Adakah
ibu bimbang karena saya tidak cantik di mata mereka? Bagaimana pula
dengan Maha Pencipta saya? Saya bimbang karena, jika saya tinggalkan
sholat saya, saya tidak lagi cantik di mata-Nya.”
Dia mulai berwudu, dan semua make-up di wajahnya hilang. Tapi dia
tidak peduli. Kemudian dia mulai melaksanakan sholat dan pada waktu dia
hendak sujud, dia tidak sadar bahwa itu adalah sujud terakhir baginya.
Ya, ia meninggal dunia ketika bersujud. Ya, ia meninggal di hari
pernikahannya sendiri. Ya, ia meninggal dan menghadap Allah SWT justru
ketika ia lebih mengutamakan Sang Pencipta daripada manusia. Ia
meninggal di saat tengah berada paling dekat kepada-Nya! SubhanAllah! Ia
tidak peduli jika dia tidak indah di mata makhluk, asalkan dia cantik
pada Maha Pencipta!
Mana yang akan kita pilih wahai para Muslimah, bayangkan ketika Anda
berada di posisi itu: apa yang Anda akan lakukan? Mana yang Anda akan
pilih: pujian manusia atau Maha Pencipta? Adakah kita bersedia untuk
menemui Allah tanpa jilbab?
(Diceritakan oleh Syeikh ‘Abdul Mohsen al Ahmad’, dalam “Ibu Negeri Asir di Arab Saudi”)
Post a Comment
Silahkan berkomentar..:)