
Sahabat. Kata ini sudah terlalu akrab ditelinga kita. Hampir seluruh
orang di dunia ini memiliki sahabat, walau ada juga yang mengaku tidak
mempunyai sahabat, adanya pasangan. Entah apapun itu, kita sebagai
makhluk sosial tentu memerlukan sosok yang dapat dijadikan teman hidup
bersama. Tapi ingat, sahabat bukan pasangan. Sahabat adalah seseorang
yang telah ada bersama kita baik di kala susah ataupun senang. Kadang,
arti sahabat dan teman dibedakan. Sahabat adalah mereka yang dekat,
sangat dekat dengan kita, sedang teman adalah sebatas kenalan. Bahkan,
ada pepatah yang mengatakan ,”Dikala senang, teman-teman mengenal kita.
Dikala susah, kita mengenal siapa sahabat kita.”
Nah, lalu bagaimana islam memandang sahabat? Islam meninggikan ikatan persahabatan yang disebabkan karena Allah. Salah satu sebab mendapatkan naungan Allah di hari dimana tidak ada naungan selain dari-Nya. Bahkan, Islam menganjurkan kita untuk berteman dengan orang-orang yang baik dan sholeh agar kita ikut terbawa menjadi baik dan sholeh. Saling mengunjungi dalam rangka mengikatkan ikatan persahabatan bahkan menjadi salah satu sebab mendapat cinta Allah. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , diceritakan, “Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini’, jawabnya, ‘Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?’ ‘Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla’, jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, “Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia.”
Karena itu, Imam Syafi’i pernah berkata jika kita memiliki sahabat-sahabat yang baik, sholeh, bahkan dapat membantu meningkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala jangan dilepas karena sulit mencari sahabat seperti itu dan sahabat seperti itulah yang dapat menghantarkan kita ke syurga.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits, “Apabila penghuni syurga telah masuk ke dalam syurga lalu mereka tidak menemukan sahabat-sahabat mereka yang selalu bersama mereka dahulu di dunia. Maka mereka pun bertanya kepada Allah SWT, ‘Ya Rabb .. kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia sholat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami…’, maka Allah berfirman ‘Pergilah ke neraka, lalu keluarkan sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman walaupun hanya sebesar zarrah.’” (HR. Ibnul Mubarak dalam kitab Az-Zuhd)
Subhanallah. Bukankah kita ingin ke Syurga? Bukankah Syurga adalah sesuatu yang kita damba-dambakan di dunia? Karena itu, wahai saudaraku, mari kita bersama-sama perbanyak teman-teman mukmin. Ibnul Jauzi bahkan pernah berpesan kepada para sahabatnya sambil menangis, “Jika kalian tidak menemukan aku nanti di syurga bersama kalian, maka tolonglah bertanya kepada Allah tentang aku, ‘Wahai Rabb kami … hamba MU fulan sewaktu di dunia selalu mengingatkan kami tentang ENGKAU. Maka masukkanlah ia bersama kami di syurga-MU’.”
Karena itu, aku pun ingin sekali mengatakan kepada kalian wahai sahabatku, jika kelak kalian tidak menemukanku di Syurga, maka sudilah kiranya kalian bertanya tentang aku kepada Allah Aza wa Jalla dan semoga Allah ridha memberikan pertolongan dan menyelamatkanku dari api neraka.
Lantas, apakah ini berarti kita tidak boleh berteman dengan orang yang tidak soleh bahkan non-muslim? Tidak juga. Kita boleh saja berteman dengan mereka dalam rangka mengajaknya dalam kebaikan serta menjaga batasan tertentu dengan mereka yang non-muslim. Saling menghormati dan bertoleransi adalah suatu sikap yang wajib dan harus diterapkan dalam rangka menegakkan persahabatan antar umat beragama. Yang jelas, berteman dengan mereka yang seaqidah dan orang-orang soleh adalah kewajiban dalam rangka tetap menjaga ketaatan kepada Allah SWT.
Dalam hal muamalah, islam juga memberi gambaran tentang ciri sahabat sejati. Hal ini seperti ditunjukkan oleh perkataan Imam Ghazali tentang 12 ciri sahabat sejati.
Menurut beliau, seseorang dapat disebut sebagai sahabat sejati jika termasuk kedalam ciri-ciri berikut:
1. Jika engkau berbuat baik kepadanya, maka ia juga akan melindungimu.
2. Jika engkau merapatkan ikatan persahabatan dengannya, maka ia akan membalas balik persahabatanmu itu.
3. Jika engkau memerlukan pertolongan darinya, maka ia akan berupaya membantu sesuai dengan kemampuannya.
4. Jika kau menawarkan berbuat baik kepadanya, maka ia akan menyambut dengan baik.
5. Jika ia memproleh suatu kebaikan atau bantuan darimu, maka ia akan menghargai kebaikan itu.
6. Jika ia melihat sesuatu yang tidak baik dari dirimu, maka akan berupaya menutupinya.
7. Jika engkau meminta sesuatu bantuan darinya, maka ia akan mengusahakannya dengan sungguh-sungguh.
8. Jika engkau berdiam diri (karena malu untuk meminta), maka ia akan menanyakan kesulitan yang kamu hadapi.
9. Jika bencana datang menimpa dirimu, maka ia akan berbuat sesuatu untuk meringankan kesusahanmu itu.
10. Jika engkau berkata benar kepadanya, niscaya ia akan membenarkanmu.
11. Jika engkau merencanakan sesuatu kebaikan, maka dengan senang hati ia akan membantu rencana itu.
12. Jika kamu berdua sedang berbeda pendapat atau berselisih paham, niscaya ia akan lebih senang mengalah untuk menjaga.
So, ingatkah kita kapan terakhir kali
kita ada dalam kesulitan? siapa yang ada berada disebelah kita? Siapa
yang ada disamping kita, mencoba menghiburkan kita disaat kita merasa
tidak dicintai? Hati-hati! Mungkin dialah sahabat sejati kita.
Tetapi jangan terlalu berharap, jangan terlalu bermuluk-muluk ingin mendapatkan sahabat sejati jika kita sendiri belum bisa menjadi sahabat sejati bagi orang-orang disekitar kita. Karena sejatinya, persahabatan itu dibentuk bukan karena saling tuntut, tapi ia lahir karena ada rasa untuk terus memberi, membantu serta menghibur orang disekitar dengan ikhlas, menjadi sahabat sejati bagi setiap orang.
Wallahu a’lam. Semoga kita telah memiliki seorang sahabat sejati kita yang selalu ada disaat kita dalam kondisi apapun, yang sudi bertanya kepada Allah tentang kita di Syurga nanti. Aamiin.
Tetapi jangan terlalu berharap, jangan terlalu bermuluk-muluk ingin mendapatkan sahabat sejati jika kita sendiri belum bisa menjadi sahabat sejati bagi orang-orang disekitar kita. Karena sejatinya, persahabatan itu dibentuk bukan karena saling tuntut, tapi ia lahir karena ada rasa untuk terus memberi, membantu serta menghibur orang disekitar dengan ikhlas, menjadi sahabat sejati bagi setiap orang.
Wallahu a’lam. Semoga kita telah memiliki seorang sahabat sejati kita yang selalu ada disaat kita dalam kondisi apapun, yang sudi bertanya kepada Allah tentang kita di Syurga nanti. Aamiin.
Post a Comment
Silahkan berkomentar..:)