Allah SWT sangat menyayangi manusia. Begitu banyak makanan yang di sediakan di seantero dunia ini hanya untuk manusia. Mulai dari tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, hewan dan serangga, apa saja yang ada di atas bumi ini boleh di makan manusia, kecuali yang tak bisa di gigit dan di cerna oleh lambung manusia.
Namun selain itu Allah memberi tahu kita bahwa ada 10 makanan yang tidak boleh di makan manusia, dan telah di haramkan oleh Allah untuk memakannya. Berikut firman Allah Swt,
“Di haramkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang di sembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang di tanduk, dan yang di terkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan di haramkan bagimu yang di sembelih untuk berhala…” (Al-Maidah: 3)
Dari ayat tersebut Allah bermaksud hendak menjaga kita dari hal-hal yang dapat mendatangkan mudharat kepada kita. Karena Allah maha mengetahui faedah dan kaidah dari segala sesuatu di bumi ini. Sedang kita manusia, hanya mengetahui dari jalan meneliti dan menelaah sesuatu tersebut, itupun atas kehendak dan izin dari Allah swt.
Dari ayat tersebut di jelaskan ada 10 makanan yang di haramkan untuk manusia, apapun agamanya. Karena Allah swt adalah Tuhan langit dan bumi, bukan Tuhan satu agama saja. Jadi dapat di ketahui bahwa ayat ini berlaku untuk seluruh manusia.
Adapun penjabaran dari 10 makanan dari ayat tersebut adalah sebagai berikut:
- Bangkai: kecuali bangkai ikan
- Darah: kecuali darah beku ( seperti hati ayam, hati sapi, hati kambing, dan lainnya)
- Daging babi: keseluruhan dari tubuh babi (termasuk bulu untuk kuas kosmetik dan sikat gigi)
- Hewan yang di sembelih atas nama selain Allah
- Hewan yang tercekik: mati tercekik
- Hewan yang terpukul: misal di pukul kepalanya hingga mati.
- Hewan yang jatuh: misal hewan tersebut jatuh dari tebing.
- Hewan yang di tanduk: misal hewan yang di tanduk binatang lain.
- Hewan yang di terkam binatang buas: kecuali sempat menyembelihnya dengan menyebut nama Allah.
- Hewan yang disembelih untuk berhala: misal untuk sesajen dan untuk upacara laut.
Sedangkan penjelasan untuk poin 9, ulama tafsir berbeda pendapat pada kasus melepas binatang buas peliharaan untuk melakukan perburuan. Namun kita dapat mengambil pendapat yang mayoritas dan lebih dekat kepada kebersihan dan takwa. Katakanlah sebagai contoh terdekat saat ini yaitu anjing. Seekor anjing sengaja di pelihara dan di ajari tuannya untuk berburu.
Saat anjing hendak berburu, hendaknya tuannya melepasnya dengan menyebut nama Allah, barulah hewan hasil buruan tersebut halal di makan. (Tentunya hewan buruan yang halal pula). Namun jika tuannya lupa atau tidak menyebut nama Allah swt saat melepasnya, maka hukumnya haram di makan karena anjing merupakan binatang yang najis.
Namun jika hewan buruan tersebut telah tergigit dan terkena air liur anjing pemburu, maka hendaklah di buang bagian yang tergigit tersebut. Bagaimana jika yang di gigit lebih dari setengah? Maka dijatuhi hukumnya haram untuk di makan.
Akan tetapi di zaman sekarang sudah sangat jarang sekali mencari makan dengan jalan berburu, mengingat makanan saat ini sangat mudah di dapatkan dalam lingkungan masyarakat. Penjelasan di atas adalah sebagai melengkapi keterangan untuk keadaan yang luas dari ayat.
Carilah dan usahakanlah makanan yang halal lagi baik untuk tubuh kita, apalagi di Negara kita yang aman dan merdeka ini banyak sekali makanan yang tersedia. Sehingga sedikit sekali yang mengalami kesulitan dalam mencari bahan untuk dimakan.
Sedangkan sambungan dari ayat di atas tadi di tutup dengan kalimat:
“…Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Maidah: 3)
Dalam keadaan darurat (jika tidak makan akan menyebabkan kematian dalam waktu cepat), maka di bolehkan memakan yang terlarang. Dengan catatan, itupun hanya untuk sekadar penyambung kehidupannya sesaat, tidak di teruskan berulang-ulang.
Namun untuk di Indonesia, rasanya tidak ada waktu darurat seperti itu, kecuali tersesat di hutan berhari-hari, atau barangkali di gunung. Selama masih di tengah-tengah masyarakat, rasanya masih banyak bahan-bahan halal yang dapat di makan.
Tentu saja penjelasan di atas adalah untuk jenis makanan daging, tidak untuk buah-buahan yang sudah jelas hukumnya halal dimakan. Semoga tulisan ini bermanfaat menambah pengetahuan kita bersama, insya Allah…
Wallahu’alam…
[dakwatuna]
Post a Comment
Silahkan berkomentar..:)