Sesungguhnya seorang hamba dalam hidup ini terkadang mengalami penderitaan dan kesusahan yang bermacam-macam. Terkadang datang berbagai hal yang melukai hatinya, menyakitkan jiwanya, menimbulkan kerisauan dan kesempitan. Apabila kepedihan yang menimpa hati ini terkait dengan kejadian yang sudah lewat maka itulah yang dinamakan Huzn (kesedihan). Apabila terkait dengan sesuatu yang belum terjadi maka disebut Gamm (kegalauan). Dan apabila terkait dengan keberadaan manusia dan kehadirannya maka disebut Hamm (kegundahan).
Ketiga perkara ini; kesedihan, kegundahan, dan kegalauan hanyalah bisa hilang bila hati kembali dengan jujur kepada Allah, merendahkan diri sepenuhnya di hadapan-Nya, tunduk dan patuh kepada-Nya, menyerahkan semua urusan kepada-Nya, beriman dengan ketentuan dan takdir-Nya, mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya, beriman dengan Kitab-Nya (Al-Qur’an) dan berusaha membaca Al-Qur’an, merenungkan maknanya, serta mengamalkan isi kandungannya. Hanyalah dengan perkara ini kesedihan dan kegundahan akan sirna, dada akan terasa lapang, dan kebahagiaan akan terwujud.
Di dalam Musnad Imam Ahmad, terdapat sebuah hadits yang dishahihkan oleh Ibnu Hibban, dari Abullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Ini adalah doa agung yang sepantasnya dipelajari oleh setiap muslim dan bersemangat mengucapkannya saat mengalami kesedihan, kegundahan, ataupun kegalauan. Hendaklah setiap muslim mengetahui bahwa doa ini hanya akan bermanfaat bila dia memahami artinya, merealisasikan maksudnya, dan mengamalkan isi kandungannya. Adapun sekedar berdoa dengan doa dan zikir yang diajarkan Nabi tanpa memahami maknanya dan tanpa merealisasikan maksudnya maka pengaruh doa itu sangatlah sedikit dan tidak ada faidahnya sama sekali.
Bila kita renungkan doa ini kita akan menemukan bahwa doa ini mengandung empat pokok yang agung. Tidak ada jalan bagi seorang hamba untuk mendapatkan kebahagiaan, menghilangkan kegundahan, kegalauan, dan kesedihan kecuali dengan mendatangkan dan merealisasikan keempat pokok ini.
Adapun pokok pertama adalah merealisasikan ibadah untuk Allah, merendahkan diri sepenuhnya di hadapan Allah, tunduk kepada-Nya, menyadari bahwa dirinya adalah makhluk Allah, dia beserta ibu bapaknya berada di bawah kekuasaan Allah, mulai dari kedua orang tua kandungnya sampai kakek buyutnya yang pertama yaitu nabi Adam dan Hawa. Karena itu beliau (Rasulullah) bersabda,
اللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، وَبْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ،
“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan anak dari hamba-Mu yang perempuan.” Semuanya berada di bawah kekuasaan Allah. Allah adalah Pencipta mereka semuanya, Rabb mereka, Tuan mereka, Pengatur urusan-urusan mereka. Mereka tidak bisa lepas sedikitpun dari Allah walaupun hanya sekejap mata. Tidak ada bagi mereka tempat memohon perlindungan dan tidak ada yang dapat melindungi mereka selain Allah. Konsekuesi dari hal tersebut adalah kewajiban hamba untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menghinakan diri di hadapan-Nya, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri, bertaubat, melaksanakan semua perintah-Nya, meninggalkan semua larangan-Nya, terus menerus merasa butuh kepada-Nya, bersandar kepada-Nya, memohon pertolongan-Nya, bertawakkal kepada-Nya, memohon perlindungan-Nya, dan jangan pernah hatinya tertaut dengan selain-Nya dalam cinta, takut, dan harap.
Adapun pokok kedua, hendaknya seorang hamba mengimani takdir Allah. Sesungguhnya apa saja yang dikehendaki Allah pasti terjadi dan apa saja yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menolak ketetapan dan takdir-Nya.
مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ
مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ
مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [فاطر: 2]
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia
berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya. Dan apa
saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup
melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Fathir: 2)Karena itu Rasulullah bersabda dalam doa ini,
Ubun-ubun seorang hamba, yaitu kepalanya bagian depan berada di Tangan Allah, Allah memalingkannya kemanapun Dia kehendaki dan mengaturnya bagaimanapun Dia inginkan. Tidak ada yang dapat melawan ketetapan-Nya dan tidak ada yang dapat menolak takdir-Nya. Kehidupan seorang hamba dan kematiannya, kebahagiaan dan kesengsaraannya, keselamatan maupun kecelakaannya, semuanya terserah Allah, tidak ada sedikipun bagian hamba di dalamnya.
Apabila seorang hamba mengimani bahwa ubun-ubunnya beserta ubun-ubun seluruh makhluk berada di Tangan Allah dan Allahlah yang berkuasa memalingkannya kemana saja Dia kehendaki, maka hamba tersebut tidak akan takut dan tidak akan berharap kepada makhluk setelah itu. Bila sudah seperti ini, maka tauhidnya, tawakkal, dan penghambaan dirinya kepada Allah menjadi lurus. Oleh karena itu Nabi Hud ‘Alaihissalam berkata kepada kaumnya,
إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ
رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا
إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ [هود: 56]
“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Rabbku dan Rabbmu.
tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang
ubun-ubunnya. Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus.” (Hud: 56)Sabda beliau, (مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ) “Ketetapan-Mu telah berlalu padaku.” Dalam kalimat ini terkandung dua ketetapan, yaitu ketetapan syar’i (agama) dan ketetapan kauny (takdir). Kedua ketetapan ini telah ditetapkan pada diri seseorang, entah dia mau atau tidak. Namun seorang hamba tidak akan mampu menolak ketetapan takdir. Adapun ketetapan syar’i, terkadang seorang hamba menyelisihinya, sehingga dia mendapat siksa akibat keingkarannya itu.
Sabda beliau, (عَدْلٌ فِيَّ قَضَاءُكَ) “Ketentuan-Mu sudah adil pada diriku.” Kalimat ini mencakup semua ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hamba-Nya dalam setiap sisi; sehat maupun sakitnya, kaya dan miskinnya, suka dan dukanya, hidup dan matinya, sengsara dan bahagianya, dan lain-lain. Semua ketentuan Allah pada diri seorang hamba adalah adil,
وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ [فصلت: 46]
“Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.” (Fusshilat: 46)Pokok ketiga, hendaklah seorang hamba mengimani nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifat Allah yang agung yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun Sunnah, serta bertawassul dengan nama-nama dan sifat Allah tersebut. Sebagaiman firman Allah:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى
فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ
سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ [الأعرف: 180]
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna (nama-nama yang terbaik dan
indah), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu
dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya, nanti mereka akan mendapat balasan terhadap
apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-A’raf: 180)Allah Ta’ala juga berfirman,
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى [الإسراء: 110]
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Asma-ul Husna.” (Al-Isra’: 110)Oleh karena itu, perkara paling besar untuk mengusir kegundahan, kesedihan, dan kegalauan adalah ma’rifat kepada Allah (mengenal Allah dengan nama dan sifat-sifat-Nya). Maka hendaklah seorang hamba mengisi hatinya dengan mengenal Allah, serta bertawassul dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Karena itu Rasulullah bersabda dalam kelanjutan doa ini,
أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ
لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ
عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ
الْغَيْبِ عِنْدَكَ،
“Aku memohon kepada-Mu dengan seluruh nama yang Engkau namakan
untuk diri-Mu, atau Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau Engkau
ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau Engkau simpan dalam
ilmu gaib di sisi-Mu.”Kalimat ini merupakan tawassul kepada Allah menggunakan semua nama-nama-Nya, baik yang diketahui ataupun yang tidak diketahui oleh hamba tersebut. Dan ini merupakan wasilah yang paling disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pokok keempat; Menjaga Al-Qur’anul Karim, kalam Allah ‘Azza wa Jalla yang tidak datang kebatilan di dalamnya baik dari depan maupun dari belakang. Dalam Al-Qur’an terdapat petunjuk, obat, kecukupan, dan keselamatan. Setiap kali bertambah perhatian seseorang terhadap Al-Qur’an, baik dengan membacanya, menghafalnya, mengulang-ulang bacaannya, merenungkan maknanya, mengamalkan kandungannya dan menerapkannya dalam kehidupan, maka dia akan memdapatkan kebahagian, ketenteraman, kelapangan dada. Kegundahan, kegalauan, dan kesedihan akan sirna dengan itu semua. Karena itulah Rasulullah bersabda dalam doa ini,
أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَ نُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ،
“Jadikanlah Al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap kegundahanku, dan penghilang kesedihanku.”Inilah empat pokok agung yang dapat diambil faidahnya dari doa yang agung ini. Sudah sepantasnya bagi kita semua untuk merenungkan dan merealisasikannya agar kita mendapatkan janji mulia dan keutamaan yang besar, yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إلَّا أَذْهَبَ اللهُ هَمَّهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَ حُزْنِهِ فَرْحًا،
“Melainkan Allah ‘Azza wa Jalla pasti menghilangkan kegundahan hatinya dan menggantikan kesedihannya dengan kesenangan.”Hanya kepada Allah kita memohon taufik dan pertolongan.
Sumber : Majalah kesehatan muslim