"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. (Hadits Muttafaq alaih)
Di dalam Al-Minhaaj, Imam Nawawi - rahimahullâh- menjelaskan makna hadits tersebut sebagai berikut:
"Adapun sabda Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-, “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” artinya ketika seseorang ingin berbicara hendaklah dilihat apakah ucapannya mengandung kebaikan dan kebenaran yang membuatnya mendapatkan ganjaran pahala wajib atau sunnah, maka berbicaralah. Tapi jika tidak, tahanlah diri untuk tidak berbicara"
Imam Syafi’i ketika menerangkan makna hadits di atas berucap, “Ketika hendak berkata-kata, berfikirlah terlebih dahulu. Jika ucapan itu tidak mengandung kemudharatan, maka berkatalah. Namun bila mengandung kemudharatan atau keraguan, maka tahanlah diri.”
Pepatah arab mengatakan:
Welas asih adalah keindahan, sementara diam adalah keselematan.
Jika engkau berucap, jangan sampai berlebihan
Aku tak pernah menyesali diamku walau sekali saja
Namun sungguh aku menyesali perkataanku berkali-kali.
Suatu ketika Sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq -radhiallahu anhu-. memegang ujung lidah beliau dan berkata:
“Ini yang bisa membawaku pada salah dan celaka di dunia dan akhirat.”
Imam Ibnu Hibban al-Busti -rahimahullah- menjelaskan:
"Orang berakal harus banyak mempergunakan kedua telinga daripada lisan. Dia harus menyadari bahwa ia diberi dua buah telinga dan satu mulut supaya ia lebih banyak mendengar daripada berbicara.
lebih baik kita menahan diri dari pembicaraan yang tidak mengandung kebaikan dan manfaat. Sebab tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat.
Oleh: Ustadz Aan Chandra Thalib
[Artikel Radio Muslim Jogja]