Kita mungkin pernah mendengar selentingan yang mengatakan, bahwa semakin maju zaman, semakin banyak pula penyakit yang muncul. Pernyataan ini memang beralasan, karena dapat kita lihat pergeseran penyakit yang dahulu jarang ditemukan, menjadi lebih banyak ditemukan. Penyakit yang dahulu banyak menyerang orang tua, saat ini telah banyak mengjangkiti usia yang relatif muda. Polusi, pola aktivitas, gaya hidup, dan pola makan yang berubah dipercaya berperan dalam hal ini.
Makanan dan minuman, tidak diragukan lagi berperan besar dalam kesehatan manusia.
Awalnya, manusia mengkonsumsi makanan dan minuman sebatas memenuhi kebutuhan biologisnya saja. Seiring perkembangan zaman, manusia mulai memperhatikan faktor-faktor gizi dan keseimbangan makanan, sehingga kita kenal istilah empat sehat lima sempurna. Kini, banyak orang memilih makanan bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan gizinya, tetapi karena faktor-faktor sampingan seperti trend, faktor ekonomis, kepraktisan, atau sekedar selera,yang tak jarang mengabaikan faktor gizi dan kesehatan.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan ternyata ditemukan bahwa sejumlah makanan yang banyak dikonsumsi ternyata bukan hanya tidak sehat bagi tubuh bahkan bisa berbahaya bila dikonsumsi dalam jumlah banyak dan terus menerus. Alasannya adalah adanya zat-zat berbahaya yang terkandung dalam makanan tersebut. Walaupun beberapa sebab akibatnya belum dapat dibuktikan secara jelas, yang pasti, banyaknya konsumsi makanan tidak sehat tersebut akan menggeser porsi makanan sehat yang sejatinya diperlukan oleh tubuh. Nah, apa saja makanan dan minuman tidak sehat yang sering dikonsumsi?
Junk Food
Mendengar kata Junk Food, orang sering mengasosiasikannya dengan hamburger, sandwich, pizza, dan sejenisnya. Sebenarnya, istilah Junk food diberikan bagi sekelompok makanan yang mempunyai nilai gizi rendah (protein, vitamin, dan mineral) dengan kandungan lemak, gula, garam, dan kalori yang tinggi. Istilah ini dipopulerkan oleh Michael Jacobson, direktur pada Center for Science in the Public Interest pada tahun 1972. Makanan-makanan yang masuk dalam kategori ini adalah makanan ringan (salted snacks), permen, kue-kue manis, makanan cepat saji,dan minuman bersoda, sedangkan pizza, hamburger, dan tacos, bisa dikategorikan junk food atau bukan tergantung pada bahan dan proses pembuatannya. Semakin baik kualitas bahan dan alami proses pembuatannya akan menurunkan kategori junk food.
Sebuah penelitian oleh Paul Johnson dan Paul Scripps pada research Institute tahun 2008 mengindikasikan bahwa konsumsi junk food dapat meningkatkan aktivitas otak seperti yang disebabkan oleh zat-zat aditif seperti kokain dan heroin, sehingga menyebabkan ketagihan. Penelitian oleh Federation of American Societies for Experimental Biology juga menunjukkan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang gemar mengkonsumsi junk food selama kehamilannya cenderung untuk menggemari junk food pula ketika besar.
Makanan cepat saji
Makanan cepat saji sering menjadi pilihan bagi orang-orang yang hidup di zaman modern ini. Dengan dalih tidak ada waktu, banyak orang meninggalkan kebiasaan memasak di rumah dan memilih membeli makanan di restoran-restoran cepat saji. Di satu sisi memang memudahkan, tapi bagaimana dari sisi kesehatan?
Makanan cepat saji biasanya selalu dimasak dan mengalami proses yang sangat lama sehingga kehilangan zat-zat gizi dan enzim yang diperlukan oleh tubuh. Semakin banyak makanan cepat saji, semakin berkurang seseorang mengkonsumsi makanan mentah dan segar. Padahal, makanan mentah dan segar memberikan zat-zat yang tidak diberikan oleh makanan cepat saji. Makanan cepat saji biasanya juga mengandung zat-zat adiktif, seperti pengawet, perasa buatan, atau pewarna. Zat-zat adiktif ini jika dikonsumsi terus menerus ternyata bisa menyebabkan kerusakan hati, mulai dari sirosis hingga kanker. Celakanya, dampak yang ditimbulkan ini zat-zat berbahaya ini akan timbul setelah konsumsi jangka panjang, sehingga banyak orang yang tidak menyadarinya.
Minuman ringan (Soft Drinks)
Soft drinks (soda,coke, tonikum, sparkling water, carbonated beverages) adalah istilah untuk minuman yang mengandung air, pemanis, dan perasa buatan. Soft drink bisa juga mengandung kafein, pewarna, pengawet, dan bahan-bahan lain. Pada tahun 2006, ditemukan bahwa beberapa produk minuman bersoda juga mengandung alkohol dalam jumlah kecil, yang mungkin dihasilkan dari proses fermentasi alami untuk proses karbonasi.
Saat ini, telah banyak diketahui bahwa soft drinks mempunyai efek buruk bagi kesehatan, seperti obesitas atau kegemukan, diabetes tipe 2, caries (kerusakan) gigi, pengeroposan tulang, dan kekurangan gizi. Obesitas dihubungkan dengan tingginya kadar gula dalam soft drink. Sekaleng minuman bersoda mengandung pemanis yang setara dengan 10 sendok teh gula,yang dapat meningkatkan kadar gula darah, menyebabkan kegemukan, memicu resistensi insulin yang akhirnya menyebabkan diabetes. Obesitas juga dihubungkan dengan penggunaan sirup jagung yang kaya fruktosa pada beberapa soft drink . Konsumsi fruktosa menyebabkan perkembangan resistensi insulin. Kedua hal ini akan mempercepat perlemakan hati dan diabetes tipe 2. Minuman soda diet, mengandung aspartame sebagai pengganti gula, yang ternyata dapat menyebabkan masalah kesehatan yang lebih berat, seperti sklerosis multiple, tumor otak, kejang, diabetes, gangguan emosi, dan sindrom metabolik.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa konsumsi soft drink dapat menyebabkan pengeroposan tulang. Diperkirakan, salah satu penyebabnya, adalah adanya kandungan asam fosforic pada beberapa soft drinks seperti cola yang dapat menggeser kalsium dari tulang, sehingga menurunkan kepadatan tulang dan menyebabkan pengeroposan tulang. Penelitian oleh Clinical Journal of the American Society of Nephrology tahun 2013 menyimpulkan bahwa konsumsi soft drink berhubungan dengan peningkatan resiko terkena batu ginjal sebanyak 23%. Beberapa minuman bersoda juga mengandung kafein, yang berhubungan dengan kanker, masalah jantung, dan peningkatan tekanan darah.
Gorengan
Gorengan adalah jenis makanan yang sangat banyak dijumpai di negara kita. Hampir semua orang menyukai jenis makanan yang gurih dan ringan ini. Menengok bahan dasarnya pun, sepertinya sehat-sehat saja, seperti tempe,tahu, singkong, pisang, bahkan sayuran. Tapi jangan salah, makanan favorit ini ternyata bisa berbahaya bagi kesehatan apabila terlalu sering dikonsumsi dan diproses dengan tidak benar. Beberapa zat berbahaya yang dapat ditemukan dalam gorengan, antara lain:
– Akrilamida
Berdasarkan penelitian yang didanai oleh Lembaga di Swedia menunjukan bahwa makanan yang banyak mengandung karbohidrat, seperti kentang, singkong dan ubi yang di proses dengan digoreng terbukti dapat merangsang pembentukan senyawa karsinogenik ( pemicu kanker) bernama akrilamida. Sementara bahan pangan yang direbus atau dikukus ternyata hanya mengandung sedikit senyawa akrilamida, sehingga tak berbahaya bagi kesehatan.
Akrilamida berpotensi menimbulkan tumor, merusak DNA atau materi genetik juga merusak sistem reproduksi, mengganggu tingkat kesuburan serta dapat mengakibatkan keguguran. Jadi untuk ibu hamil yang terkontaminasi akrilamida bayinya berpotensi lahir cacat.
– Kandungan Minyak Jelantah.
Kualitas minyak jelantah menurun dari minyak goreng baru. Minyak jelantah mengeluarkan kandungan polimer yang dapat terserap dalam makanan berupa asam lemak trans. Dalam minyak jelantah juga terdapat zat radikal bebas, seperti peroksida dan epioksida yang mutagen dan karsinogen (berpotensi menyebabkan kanker)sehingga berisiko terhadap kesehatan manusia. Misalnya saja, gangguan peroksida pada minyak jelantah mengakibatkan pemanasan suhu tinggi hingga menggangu kesehatan, terutama yang berhubungan dengan metabolisme kolesterol.
– Campuran Plastik
Banyak oknum-oknum tidak bertanggungjawab melakukan kecurangan dengan menggunakan plastik yang dimasukan pada minyak panas yang digunakan untuk menggoreng makanan agar gorengan terlihat lebih menarik dan lebih tahan lama. Temuan lapangan membuktikan jajanan gorengan berplastik ternyata bukan sekedar desas-desus. Tak sedikit penjual gorengan yang menggoreng pisang, singkong, tempe atau pun bakwan tidak saja dengan minyak goreng, tapi juga kantung plastik, sedotan atau bahkan dirijen plastik.
– Campuran tinta dari Kertas Pembungkus Makanan
Kertas bekas seperti koran, majalah atau ketas yang sudah tercampur tinta sangat berbahaya bagi tubuh manusia karena di dalam tinta terdapat timbal yang bersifat racun. Selain karena proses yang tidak benar, gorengan juga bisa menimbulkan beberapa masalah kesehatan apabila terlalu sering dikonsumsi, diantaranya:
– Memicu Kanker Usus Besar
Salah satu penyebab terjadinya kanker usus besar (kanker kolon) adalah akibat pola makan yang salah. Ternyata sering mengonsumsi gorengan dan juga daging merah bisa memicu terjadinya kanker usus besar. Proses pembuatan gorengan biasanya menggunakan minyak yang sudah dipakai berulang-ulang sehingga mengandung racun dan juga radikal bebas. Selain itu minyak sendiri juga bisa memicu terbentuknya asam empedu di dalam usus, yang dapat mengiritasi usus.
– Menyebabkan Nyeri Dada
Nyeri dada atau heartburn merupakan sensasi terbakar pada dada yang sering menjadi parah pada saat mengambil posisi berbaring atau membungkuk. Heartburn disebabkan oleh bergeraknya asam lambung ke dalam esofagus (saluran makanan yang mengalirkan makanan dari mulut ke lambung). Cara terbaik menghindari masalah tersebut dengan mengurangi asupan gorengan dan ganti dengan masakan yang dikukus atau direbus.
– Memicu Tukak Lambung ( Ulcer )
Tukak lambung merupakan luka yang terjadi di sekitar bagian dalam lambung atau usus yang menyebabkan rasa nyeri pada sistem pencernaan. Penyakit ini disebabkan bakteri yang disebut Pylori. Gorengan menyebabkan peningkatan keasaman lambung dan memicu terbentuknya ulkus di lambung.
– Gangguan Pencernaan
Merasa tidak nyaman di perut merupakan gejala dari adanya gangguan di pencernaan. Walaupun gangguan perut ini bukan masalah kesehatan yang sangat serius, tetapi sangat umum dialami banyak orang. Gangguan pencernaan terjadi karena makanan berlemak yang sangat asam dan berat pada perut.
Makan ber MSG
MSG adalah penyedap rasa yang banyak ditambahkan pada makanan. MSG, selain dapat meningkatkan rasa sedap pada makanan, juga mudah bercampur dengan bahan makanan sehingga digemari produsen-produsen makanan. Badan-badan pengawas makanan mengkategorikan MSG sebagai bahan yang aman dikonsumsi selama dalam jumlah yang tepat dan tidak berlebihan.
Saat ini telah banyak dilakukan penelitian untuk menguji keamanan ,keuntungan,dan efektifitas MSG. Hasilnya, konsumsi MSG lebih dari 12 gram perhari dapat menimbulkan masalah kesehatan seperti gangguan lambung, gangguan tidur,rasa mual, memicu hipertensi, asma, kanker, serta penurunan kecerdasan. Penelitian juga menemukan bahwa penyedap rasa bukan hanya merangsang sel-sel perasa di lidah tetapi juga sel-sel saraf di otak. Ketika sel-sel saraf otak terekspos dengan bahan ini, sel-sel tersebut akan menjadi sangat terangsang sampai mencapai titik maksimum dan menyebabkan kelelahan sampai kematian sel otak tersebut.
Karena alasan inilah, para ahli saraf menyebut substansi ini dengan eksitotoksin. Memang, belum ada penelitian yang secara kuat menunjukkan hubungan MSG dengan kerusakan saraf pada manusia, akan tetapi beberapa penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan saraf bayi-bayi binatang setelah pemberian MSG. Karena itu, pemberian MSG sebaiknya dihindari pada anak- anak dan selama kehamilan.
Pada dasarnya, makanan dan minuman yang disebutkan di atas bukanlah sama sekali tidak boleh dikonsumsi. Boleh-boleh saja menikmati makanan dan minuman tersebut, asalkan, jangan terlalu sering, misalnya sebulan sekali,dan selalu menyeimbangkan gizi dengan buah-buahan dan sayur mayur. Membuat makanan sendiri di rumah juga dapat mengurangi paparan zat-zat berbahaya yang mungkin diperoleh dari makanan siap saji. Keinginan mengkonsumsi soft drink dapat diganti dengan membuat jus sendiri dan memperbanyak minum air putih.
Dan, satu hal harus kita sadari adalah, masih banyak makanan sehat dan bermanfaat yang tersedia di sekitar kita, tergantung pilihan kita sendiri, apakah ingin sekedar memanjakan lidah dengan mengabaikan potensi berbahayanya, atau mengutamakan kesehatan jangka panjang.
Penyusun : dr. Liz Marisa A
Sumber : majalah kesehatan muslim