Pernah
naik angkot? Pernah mengamati pola yang dilakukan oleh
penumpang-penumpang atau sopirnya? Begitulah kira-kira konsep rejeki.
1. Ada penumpang yang sudah di depan pintu angkot. Tinggal selangkah lagi naik. Ternyata, si sopir menunjukkan gelagat akan ngetem dalam waktu yang lama. Berselang detik, ada angkot serupa yang menyalip angkot yang sedang berhenti itu. Alhasil, calon penumpang yang sudah di rahang pintu itu, berubah niat. Akhirnya, naik angkot yang barusan menyalip.
2. Ada satu penumpang. Sendirian. Duduk dengan manis. Tapi, dia sedang terburu-buru. Ternyata, eh ternyata, sopir angkotnya ngetem lama, pakai banget, karena menunggu angkotnya terisi penuh. Akhirnya, lantaran terburu-buru dan kesal, tentunya, sang penumpang yang sudah duduk di dalam pintu itu, serta merta keluar sembari ngomel-ngomel
3. Ada dua penumpang, menuju tujuan akhir. Di arah sebaliknya, ada segerombolan anak sekolah yang dikira oleh sopir angkot, bahwa mereka menunggu angkot jurusan yang dia sopiri. Nah, dengan mudahnya, dia berhenti, menepi, dan berkata kepada dua penumpangnya, "Maaf, turun di sini aja ya, saya gak sampai ke tujuan akhir." Dengan kesal, dua penumpang itu turun. Meski tanpa bayar, diturunkan di tengah jalan itu sesuatu yang mengesalkan dan tidak terhormat sedikitpun.
Dari ketiga kasus ini, semua menjelaskan kepada kita satu kaidah. Bahwa rejeki itu misteri Allah. Dia, bisa memberi kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dia juga sangat bisa untuk menahan rejeki siapa saja sesuai kehendakNya.
Jangankan penumpang yang baru naik, yang sudah naik pun; bisa turun seketika. Rejeki hilang, tidak ada transaksi. Bahkan, dalam kasus ketiga, rejeki yang tinggal mengunduh, ditinggalkan begitu saja, hanya karena mengira akan ada rejeki yang lebih baik. Padahal, belum tentu. Hanya sebetas perkiraan.
Hal lain yang perlu kita perhatikan, bahwa ia akan pergi. Meski kita kejar. Jika, dia memang bukan rejeki. Ia juga akan datang, meski kita menghindar, jika memang dia adalah rejeki jatah kita.
Sehingga, dalam setiap upaya, harus sungguh-sungguh dan memahami betul tentang konsep ini. Insya Allah, dengan pemahaman yang betul, kita tak perlu risau. Meskipun, sekarang tanggal tua.
Mari bersemangat, menyambut rejeki, berniat jihad. Untuk diri, istri, anak-anak, keluarga. Agar kita kuat, dan tidak meminta-meminta.[]
1. Ada penumpang yang sudah di depan pintu angkot. Tinggal selangkah lagi naik. Ternyata, si sopir menunjukkan gelagat akan ngetem dalam waktu yang lama. Berselang detik, ada angkot serupa yang menyalip angkot yang sedang berhenti itu. Alhasil, calon penumpang yang sudah di rahang pintu itu, berubah niat. Akhirnya, naik angkot yang barusan menyalip.
2. Ada satu penumpang. Sendirian. Duduk dengan manis. Tapi, dia sedang terburu-buru. Ternyata, eh ternyata, sopir angkotnya ngetem lama, pakai banget, karena menunggu angkotnya terisi penuh. Akhirnya, lantaran terburu-buru dan kesal, tentunya, sang penumpang yang sudah duduk di dalam pintu itu, serta merta keluar sembari ngomel-ngomel
3. Ada dua penumpang, menuju tujuan akhir. Di arah sebaliknya, ada segerombolan anak sekolah yang dikira oleh sopir angkot, bahwa mereka menunggu angkot jurusan yang dia sopiri. Nah, dengan mudahnya, dia berhenti, menepi, dan berkata kepada dua penumpangnya, "Maaf, turun di sini aja ya, saya gak sampai ke tujuan akhir." Dengan kesal, dua penumpang itu turun. Meski tanpa bayar, diturunkan di tengah jalan itu sesuatu yang mengesalkan dan tidak terhormat sedikitpun.
Dari ketiga kasus ini, semua menjelaskan kepada kita satu kaidah. Bahwa rejeki itu misteri Allah. Dia, bisa memberi kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dia juga sangat bisa untuk menahan rejeki siapa saja sesuai kehendakNya.
Jangankan penumpang yang baru naik, yang sudah naik pun; bisa turun seketika. Rejeki hilang, tidak ada transaksi. Bahkan, dalam kasus ketiga, rejeki yang tinggal mengunduh, ditinggalkan begitu saja, hanya karena mengira akan ada rejeki yang lebih baik. Padahal, belum tentu. Hanya sebetas perkiraan.
Hal lain yang perlu kita perhatikan, bahwa ia akan pergi. Meski kita kejar. Jika, dia memang bukan rejeki. Ia juga akan datang, meski kita menghindar, jika memang dia adalah rejeki jatah kita.
Sehingga, dalam setiap upaya, harus sungguh-sungguh dan memahami betul tentang konsep ini. Insya Allah, dengan pemahaman yang betul, kita tak perlu risau. Meskipun, sekarang tanggal tua.
Mari bersemangat, menyambut rejeki, berniat jihad. Untuk diri, istri, anak-anak, keluarga. Agar kita kuat, dan tidak meminta-meminta.[]
Penulis : Pirman