Laa Tahzan, innalaha Ma'ana

|| || || Leave a comments




Kalau Allah mau, mudah bagi-Nya memindahkan Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah dalam sekejap, seperti peristiwa Isra` Mi`raj. Cling! Begitu saja dan sampai di tujuan. Kalau Allah mau, tak perlulah Ali bin Abi Thalib berbaring di tempat tidur Nabi, menggantikan posisi beliau. Tapi Allah ingin mengajarkan kita sesuatu yang besar dibalik kisah-kisah itu. Maka memang harus ada cerita Asma` binti Abu bakar yang naik turun gunung dalam kondisi hamil tua, untuk mengantarkan bekal makanan. Atau juga rute memutar yang diambil Rasulullah dalam menempuh perjalanannya. Semua peristiwa itu terangkum dalam episode agung di pelataran sejarah manusia, peristiwa hijrah.



لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Benar-benar telah ada dalam kisah mereka pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir”
Baru saja kita memasuki tahun baru hijriyah 1436 H. Lepas dari fakta bahwa nabi keluar dari rumahnya sudah di bulan rabiul awwal, kita tidak ingin kehilangan momentum ini. Apalagi setelah hampir satu semester berjalan, kita menyadari banyak hal yang masih harus diperbaiki. Maka, dalam konteks individu maupun kolektif, spirit hijrah harus menjadi pijakan penting, untuk memastikan bahwa hari esok lebih baik dari hari ini dan hari kemarin.
  1. Kekuatan iman sebagai dasar perubahan
Sudah berapa kali anda membaca tentang Bilal yang ditindih dengan batu besar di tengah padang pasir yang panas? Atau Rasulullah dan para sahabat yang mendirikan shalat hampir separuh malam?. Begitulah generasi terbaik itu menabur benih keimanan di lapis terdalam ruang batin mereka. Dan sebagaimana mereka sadari sepenuhnya, prestasi-prestasi besar dalam dakwah hanya akan dicapai dengan modal iman yang kuat dan teruji. Dari sini akan datang bimbingan dan kemudahan dari Allah pada setiap langkah yang diayun. Maka, di saat orang-orang kafir mendekati tempat persembunyian Rasulullah di Gua Tsur, dan Abu Bakar menjadi gelisah karenanya, Rasulullah dengan tenang mengatakan laa tahzan, innallaha ma`ana; (jangan khawatir, sesungguhnya Allah beserta kita). Hari ini, kita ingin mengulang kembali cerita itu. Laksana hijrah, kita ingin bimbingan Allah meluruskan niat-niat kita, menggelorakan semangat kita, menajamkan ide dan pikiran kita, dan menggerakkan lisan-kaki-tangan kita, menuju prestasi terbaik di dunia, dan derajat tertinggi di sisi-Nya.
  1. Perencanaan yang matang
Puncak kesadaran akan cita-cita adalah perencanaan. Hamparan pantai yang luas sejatinya adalah kumpulan pasir yang merenik. Pun juga dengan cita-cita yang besar, pada hakikatnya adalah gugusan langkah-langkah kecil yang terencana. Kalau anda bertanya, mengapa cerita sederhana tentang Asma` dan Ali bin abu thalib di atas begitu menyejarah sampai sekarang, itu sekadar menajamkan fakta, bahwa sukses besar hijrah sudah dimulai sejak Ali menggantikan Rasulullah di tempat tidur, dan sejak Asma` dengan gigih naik turun menyuplai logistik. Itulah rahasia perencanaan, planning. Maka sederhana saja, susunlah rencana dengan cermat, sebab gagal dalam merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan!
  1. Kesungguhan dalam amal
Pada akhirnya, setelah kuatnya ruh dan jitunya planning, kesungguhan amal-lah goal getter-nya. Laksana sepak bola, amal adalah penyerang yang melakukan finishing dari rangkaian kerja yang panjang dengan gol yang indah. Dengan kesungguhan amal ini, kita menarik garis penghubung antara cita-cita kita dengan kehendak Allah. Dengan kesungguhan amal ini, kita membuktikan di hadapan Allah, bahwa memang kita layak meraih prestasi tertinggi. Allahu Akbar!
Nah, baiknya ibrah yang sangat mulia ini langsung kita praktekkan. Malam ini, bermunajatlah kepada Allah. Bisikkan doa terkhusyu` dan pintalah hasil terbaik. Lalu, susun rencana yang matang dan siapkan segalanya dengan detail. Esok pagi, selepas mematut diri di depan cermin, berjalanlah dengan tegap ke medan amal, dan ucapkan dengan yakin, “laa tahzan innallaha ma`ana…”